PKBM TRIMULYA PRATAMA

Situs Resmi PKBM Trimulya Pratama Kabupaten Brebes

  • Home
  • Profil
    • Sambutan
    • Profil Sekolah
  • Visi dan Misi
  • Program
  • Kelas Online
    • Kelas Online Paket C
    • Kelas Online Paket B
  • Perpustakaan
  • Infomasi
    • Artikel
    • Berita
    • Opini
    • Prestasi
    • Kegiatan
  • Foto
  • Video
Reading:
Share
Font ResizerAa

PKBM TRIMULYA PRATAMA

Situs Resmi PKBM Trimulya Pratama Kabupaten Brebes

Font ResizerAa
  • Home
  • Profil
  • Visi dan Misi
  • Program
  • Kelas Online
  • Perpustakaan
  • Infomasi
  • Foto
  • Video
Search
  • Home
  • Profil
    • Sambutan
    • Profil Sekolah
  • Visi dan Misi
  • Program
  • Kelas Online
    • Kelas Online Paket C
    • Kelas Online Paket B
  • Perpustakaan
  • Infomasi
    • Artikel
    • Berita
    • Opini
    • Prestasi
    • Kegiatan
  • Foto
  • Video
PKBM TRIMULYA PRATAMA > Uncategorized >
Uncategorized

PKBM TRIMULYA PRATAMA
Last updated: September 9, 2025 3:12 pm
By
PKBM TRIMULYA PRATAMA
Share
8 Min Read
SHARE

MENANGIS PADA USIA 80 TAHUN

Oleh: Urip Triyono, S.S., M.M.Pd.*)

Pengantar

Pada usia bangsa ini yang ke-80 tahun,  banyak catatan kelam yang dapat ditorehkan. Perlu banyak koreksi dan kontemplasi bagi seluruh masyarakat Indonesia. Terlebih bagi para pejabat negara yang digaji dan difasilitasi oleh dana masyarakat dari  Sabang  (Aceh) sampai ke Meurauke (Irian Jaya), koreksi dan kontemplasi dimaksudkan agar tidak terdengar lagi kejadian rakyat mengamuk karena pejabat yang tidak punya empati, mengejek rakyat yang menggaji setiap bulan, yang memberikan fasilitas super lux setiap harinya.

 

Anarkhis?

Catatan ini perlu diperjelas, bahwa tindakan perusakan fasilitas umum hanyalah efek saja dari kegiatan protes masyarakat yang dikemas dalam bentuk demonstrasi. Perusakan disebabkan karena masyarakat sudah kehabisan logika dalam mengimbangi cara berpikir para pejabat negeri ini. Bagaimana tidak? Ketika rakyat memprotes pernyataan para pejabat yang menduduki kekuasaan eksekutif maupun legislatif, mereka malah menantang rakyatnya. Kejadian di Pati Jawa Tengah pada tanggal 10 Agustus 2025 adalah pemantik demonstrasi besar-besaran di seluruh Nusantara sebagai bentuk perlawanan rakyat kepada para pejabat arogan, selanjutnya terjadi demo secara lebih luas hampir di seluruh wilayah Indonesia dari tanggal 28-30 Agustus 2025. Demo  yang memakan banyak korban jiwa dan harta benda terjadi di Jakarta dan kota-kota di wilayah kabupaten dan kota di seluruh Indonesia.

Demonstrasi besar-besaran ini dipantik oleh logika berpikir para pejabat yang sesat, rakyat dipandang sebagai objek yang bodoh, yang manggut-manggut saja diperlakukan apa saja, termasuk ketika ditantang unjuk kekuatan. Bupati  Pati Sudewo  menyatakan dengan tegas bahwa tidak ada yang dapat menghadang kebijakannya menaikan pajak 250% bagi rakyat Pati seluruhnya. Jika ada yang berani menentang akan dihadapi olehnya dengan segala kekuasaannya, Sudewo menantang rakyat Pati untuk datang mendemonya bila berani, jangankan hanya 5.000 orang, 50.000 orang  kalo bisa akan dihadapi olehnya tanpa rasa takut. Singkatnya, Bupati Sudewo merasa semua kebijakan dirinya gak bakalan ada yang berani melawannya, gak bakalan rakyat memprotesnya. Dugaan Sudewo salah besar, rakyat Pati benar-benar terbakar amarahnya, dan nglurug ke pusat pemerintahan Pati dan terjadilah demo besar-besaran yang disertai tindakan pembakaran, memakan korban jiwa dan harta rakyat Pati juga dengan taksiran miliaran rupiah. Begitu juga dengan pernyataan Ahmad Sahroni dari Partai Nasdem yang mengatakan bahwa orang yang mengatakan DPR harus dibubarkan sebagai pernyataan orang paling bodoh sedunia dengan nada mengejek rakyat Indonesia seluruhnya. Maka rakyat pun mencatat dan mendendam hingga pada saatnya melakukan aksi sesuai caranya dengan menggeruduk dan menjarah harta benda yang dimiliki di rumahnya di wilayah Jakarta.

Pertanyaannya: apakah demo dengan disertai pengrusakan dimaafkan? Jawabannya bisa ya, bisa tidak. Jawaban ya, alasan pertama: macetnya saluran diksusi dan protes. Bila saluran penyampaian pendapat macet, maka pengrusakan dan pembakaran adalah salah satu bentuk penyaluran energy negative, sah-sah saja. Toh semua fasilitas dibeli, dibuat, dan dirawat dengan dana rakyat, bila manusia yang dipercaya mengelola semua sumber daya dari rakyat  melakukan “abuse of power” penyalahgunaan wewenang, maka rakyat pun dapat melakukan apa saja termasuk merusak fasilitas yang diragatinya. Pemerintah tidak boleh melarang, atau melakukan penganiayaan kepada para pendemo. Penganiayaan kepada pendemo yang  merusak fasilitas negara yang dibiayai  oleh rakyat adalah perbuatan melawan hokum dan harus diproses sebagai mana mestinya sebagai pelanggaran HAM. Aparat harus diberikan pelajaran mengenai adab kepada rakyat yang membiayai segala kebutuhannya, bukan menganiaya dan mendzaliminya dengan mementung, melabrak, dan menganiaya para pendemo. Pengin tidak didemo oleh rakyat? Laksanakan amanat rakyat  dengan mensejahterakan dengan sebagaik-baiknya, tanpa penipuan dan perilaku koruptif, jangan mencoba-coba memantik kemarahan rakyat dengan berkata, berperilaku, dan membuat kebijakan yang menyinggung dan mendzalimi rakyat. Faham?

Kedua, bila demonstrasi  sudah mengarah pada pengrusakan semua fasilitas umum, fasilitas simbol-simbol negara maka demo itu wajib dilarang. Pelarangannya pun tidak harus dengan kekerasan, tidak harus dengan menganiaya rakyat pendemo. Karena para pendemo tidak bermaksud untuk merusak negeri ini, mereka berdemo hanya karena ingin mengingatkan perilaku pejabat yang korup, dan tidak pro rakyat. Tapi karena semua saluran penyampaian aspirasi dibungkam oleh penguasa, maka akhirnya terjadi ledakan energy secara sporadic. Bila pemerintah tidak ingin ketenangannya dalam berkuasa tidak diganggu, maka berilah rakyat kesejahteraan, yang terjadi sekarang adalah pemerintah tidak punya sense of crisis, tidak punya kepekaan terhadap kesusahan dan penderitaan rakyat, anggota DPR dan para pejabat pemerintahan dari presiden sampai ketua RT nyaris hanya memikirkan perutnya sendiri  dan kroni-kroninya saja. Maka, jangan salahkan rakyat bila akhirnya terjadi penjarahan dan perusakan serta pembakaran rumah-rumah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) seperti Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Partai  Nasdem, Uya Kuya dan Eko Patrio dari PAN, Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan  cabinet sekarang yang sangat sadis menerapkan pajak kepada rakyat Indonesia. Nama-nama tersebut di atas merupakan pejabat yang ditandai oleh rakyat sebagai pejabat kampungan bila berbicara dan tidak pakai otak kalau membuat kebijakan. Maka balasan dari rakyat adalah dengan menggeruduk dan menjarah harta benda kekayaan mereka yang membuat mereka berperilaku sombong kepada rakyat pada umumnya. Mereka pejabat yang tuna ahlak, berperilaku sombong karena merasa semua baik-baik saja dan apa yang diperbuatnya tidak akan menyinggung perasaan rakyat yang sedang kesusahan dan menderita karena dimiskinkan oleh sistem yang diciptakan oleh pemerintah yang berkuasaa.

Maka dapat disimpulkan bahwa tidak semua perusakan fasilitas umum itu melanggar aturan, mereka merusak fasilitas yang dibiayai sendiri, dibangun dan rawat dari dana sendiri. Bila tidak ingin rakyat merusak fasilitas umum, maka para penguasa, para  pejabat, dan siapapun yang dipercaya oleh rakyat untu menduduki jabatan, jangan sekali-kali berbuat dan berperilaku yang mengecewakan rakyat, menghina, dan merendahkan rakyat. Merusak fasilitas umum belum tentu melanggar aturan, yang melanggar aturan adalah perilaku penguasa dan pejabat yang menyelewengkan amanat rakyat dengan berfoya-foya, berperlaku hedonis, dan tuna ahlak dengan mengatai-ngatai rakyat tolol dan tidak berpendidikan dan tidak berdaya.

 

Penutup

Penulis menggarisbawahi bahwa menginjak usia ke-80 Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak akan beranjak menjadi lebih baik selama penyelenggara negara baik DPR maupun Pemerintah tidak memiliki empati kepada rakyatnya. Bila penguasa dan pejabat hanya memikirkan perutnya sendiri saja, maka yang ada adalah keributan dan kekacauan yang sama sekali tidak akan menguntungkan bagi nasib bangsa ini ke depan. Maka wahai para pejabat, jangan coba-coba berkhianat kepada rakyat yang memberikan kepercayaan kepada kalian!

***

*) Penulis adalah Pengamat Sosial, Budaya, dan Pendidikan. Tinggal di Brebes.

Share This Article
Facebook Whatsapp Whatsapp Telegram Threads Copy Link

Recent Posts

  • (tanpa judul)
  • BANGKIT DARI MIMPI BURUK
  • PENDIDIKAN CALON MANUSIA (MONSTER)
  • MEMBUMIKAN GERMAS DALAM KELUARGA
  • KARTINI PADA ERA KEKINIAN

Recent Comments

Tidak ada komentar untuk ditampilkan.
Copyright © PKBM TRIMULYA PRATAMA. All Rights Reserved.