MEMBUMIKAN GERMAS DALAM KELUARGA
Oleh: Mufarohah, S.H.*)
Pengantar
Salah satu kebutuhan dasar dalam kehidupan manusia adalah kebutuhan akan kesehatan. Kebutuhan akan kesehatan menjadi kebutuhan primer yang tidak dapat digantikan oleh kebutuhan lainnya karena menyangkut keselamatan jiwa dan kenyamanan hidup manusia. Saat ini, Indonesia tengah mengalami perubahan pola penyakit yang sering disebut transisi epidemiologi yang ditandai dengan meningkatnya kematian dan kesakitan akibat penyakit tidak menular (PTM) seperti stroke, jantung, diabetes, dan lain-lain. Dampak meningkatnya kejadian PTM adalah meningkatnya pembiayaan pelayanan kesehatan yang harus ditanggung oleh masyarakat dan pemerintah, menurunnya produktivitas masyarakat, dan menurunnya daya saing bangsa. Maka dari itu, perlu sebuah gerakan masal yang dapat memotivasi masyarakat untuk berperilaku hidup sehat.
Pola Pikir
Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) merupakan gerakan yang menyinergikan berbagai komponen masyarakat dalam mewujudkan kesehatan lahir dan batin masyarakat. Gerakan ini sangat ditentukan oleh kesediaan masyarakat untuk mengubah pola pikirnya, yaitu pola pikir yang sehat lahir dan batin. Pola pikir (mindset) adalah cara pandang atau kerangka berpikir terhadap suatu hal, suatu barang, atau suatu keadaan yang dengannya manusia dapat meraih keinginan, cita-cita dan harapan (KBBI, 2018). Bagaimanakah pola pikir masyarakat kita terhadap aspek kesehatan? Harus diakui, sebagaian besar masih beranggapan bahwa penyakit adalah sesuatu yang harus diterima manusia sebagai takdir Tuhan, manusia tidak diberi kesempatan untuk mengatur dan memolakan hidupnya agar tidak sakit, atau setidaknya mengurangi munculnya penyakit dalam kehidupannya, pola pikir yang statis-fatalistik.
Dalam masyarakat modern, pola pikir tersebut harus diubah menjadi pola pikir dinamis-optimistik. Artinya, manusia dikarunia akal dan pikiran untuk memolakan hidupnya secara sehat, jauh dari bayang-bayang penyakit dan penderitaan. Manusia juga mempunyai hak dan kewajiban untuk membuat dirinya sehat dan berkemampuan mengatur hidupnya untuk meminimalisir datangnya penyakit. Pola pikir inilah yang harus terus-menerus disosialisasikan agar munculnya pandemi, epidemi, dan berbagai variasi penyakit pada hakekatnya berasal dari pola hidup manusianya sendiri yang ceroboh dan tidak memperhatikan pola hidup sehat. Masyarakat harus dididik untuk senantiasa berjaga-jaga sejak awal dari gangguan kesehaan yang berawal dari kekeliruan dalam memandang datangnya sebuah penyakit, sekaligus memberikan penguatan persepsi bahwa segala penyakit itu dapat dicegah dan disembuhkan.
Perilaku
Perilaku yang dimaksud adalah aktivitas manusia dalam memandang aspek kesehatan. Perilaku sehat akan mengantarkan manusianya menjadi lebih bersemangat dan memiliki vitalitas yang tinggi dalam mengarungi hidup, dan sebaliknya, perilaku tidak sehat akan mengundang berbagai penyakit fisik dan mental yang akan mengganggu manusia dalam menjalani kehidupannya, mudah pesimis, dan mudah menyerah menghadapi rintangan.
Sampai saat ini, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) belum menjadi gaya hidup bagi sebagian besar masyarakat. Perilaku hidup sehat masih dipandang sebelah mata, karena tidak berefek langsung dalam kehidupan secara fisik. Urusan kesehatan dipandang sebagai urusan yang tidak dapat diprediksi, sehingga tidak mendapatkan perhatian yang baik. Untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya sangat perlu menjadikan PHBS sebagai gaya hidup pada kehidupan sehari-hari di rumah tangga dan lingkungan masyarakat.
Perilaku hidup sehat perlu ditanamkan dan dikondisikan sedini mungkin baik dengan himbauan, sosialisasi, pemasangan poster, bahkan bila perlu dengan sangsi yang tegas agar mendapatkan perhatian yang semestinya dari anggota masyarakat. Namun demikian, perilaku hidup sehat akan lebih efektif bila ditanamkan sejak dini, disemaikan nilai-nilai tersebut dalam lingkungan yang paling kecil dalam masyarakat, yaitu lingkungan keluarga.
Keluarga
Keluarga adalah kelompok sosial terkecil terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang menjadi tempat individu menjalani kehidupannya secara normal sebagai mahluk pribadi dan mahluk sosial pertama kali (Emory, 1954). Keluarga juga merupakan kunci dari proses pembelajaran seorang anak manusia. Keluarga yang sehat akan menjadi media pembelajaran yang positif bagi anak-anaknya agar berperilaku hidup bersih dan sehat serta tumbuh kembang secara wajar. Penanaman nilai-nilai terjadi secara massif dan sistematis pada saat anak-anak berada dalam asuhan kedua orang tua dan keluarga besarnya. Hal-hal kecil namun berimbas besar dapat bermula di lingkungan keluarga seperti belajar mandi secara teratur minimal 2X sehari, membuang sampah pada tempatnya, tidak merokok dan mengonsumsi miras, hormat kepada orang tua, dan lain-lain.
Singkatnya, baik buruk anak manusia sangat tergantung dari didikan dalam keluarga. Ketika proses pendidikan berjalan sehat dan normal, maka anak-anak akan mewarisi sikap dan pola yang sehat dan normal pula. Anak-anak harus diberikan contoh dan keteladanan yang baik dari seluruh orang dewasa di sekelilingnya, jangan menanamkan benih-benih penyakit yang dapat merusak jiwa dan raganya melalui ucapan dan perilaku yang tidak terkontrol. Pendidikan Keluarga adalah kunci kesuksesan anak manusia ke depan, maka jangan remehkan peran keluarga dalam membumikan gerakan masyarakat hidup sehat.
Penutup
Gerakan masyarakat hidup sehat harus dimulai dalam lingkungan yang paling kecil, yaitu keluarga. Dari keluarga inilah semua perilaku sehat dipelajari, ditanamkan, dan dikembangkan menjadi sebuah mentalitas. Mentalitas yang sehat berasal dari pribadi-pribadi yang sehat dalam keluarga. Mentalitas yang sehat akan mampu menopang pembangunan bangsa secara utuh, mentalitas yang sehat dapat menumbuhkan penalaran sehat dan mandiri dalam bersikap dan ini akan mengkokohkan eksistensi sebuah bangsa. Mari berpola hidup sehat dari sekarang!
***
*) Penulis adalah Direktur PKBM Trimulya Pratama Dukuhmaja, Kecamatan Songgom, Kabupaten Brebes. Ketua DPD Forum Komunikasi PKBM Kabupaten Brebes.
